KEPEMIMPINAN YANG BERSINERGIS ANTARA TUNTUTAN ALLAH DAN KEBUTUHAN UMAT

Dunia sedang mengalami resesi dan krisis kepemimpinan. Banyak orang yang berpotensi dan memenuhi kriteria sebagai pemimpin justru tidak memimpin, disisi lain banyak yang ingin menjadi pemimpin tetapi tidak dapat memenuhi kriteria kepemimpinan. Dengan demikian masalah sebenarnya adalah kadang-kadang kita tidak sedang dipimpin oleh pemimpin yang sebenarnya. Hal ini terjadi karena dunia sedang kehilangan figur pemimpin serta orang-orang yang memiliki kemampuan kepemimpinan yang memadai. Permasalahan akan semakin mencapai titik klimaks apabila diperhadapkan pada tuntutan ganda: memenuhi kriteria kepemimpinan menurut perspektif Allah sambil memuaskan kebutuhan umat menurut konteksnya (masyarakat).

Perspektif yang salah:
Beberapa paham yang salah berkaitan dengan ilmu kepemimpinan adalah: Pertama, Pemimpin dilahirkan dari kandungan. Artinya, ada asumsi dari masyarakat bahwa seseorang yang berasal dari “gen unggul” (keturunan pemimpin besar) pasti akan menjadi pemimpin besar juga. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah ia sedang mewarisi kharisma dari orang tuanya. Jadi ketika ia memimpin, orang-orang lebih terfokus ke gaya kepemimpinan sang bapak. Kedua, Pemimpin dibentuk dari lingkungan. Artinya, muncul pemahaman lain bahwa pada kondisi-kondisi tertentu ada pemimpin yang bisa dilahirkan oleh karena bentukan alam. Misalnya dalam kelompok bermain anak-anak akan muncul seorang yang bisa mengatur teman-teman sepermainannya. Memang ada contoh dari Alkitab tentang Yefta yang dibentuk dan diangkat menjadi pemimpin karena faktor lingkungan; tetapi kepemimpinan seperti ini lebih bersifat kasuistik dan tidak dapat diberlakukan sebagai pola umum. Ketiga, Pemimpin karena posisi. Konsep seperti ini biasanya dipahami dalam konteks perusahaan keluarga. Seorang anggota keluarga akan menempati posisi strategis dalam kepemimpinan walaupun ia tidak memiliki kompetensi dan kemampuan kepemimpinan. Keempat, Pemimpin karena kekuasaan. Di tempat-tempat tertentu masih berlangsung pola kepemimpinan seperti ini, terutama pemerintahan kerajaan. Artinya, seseorang secara otomatis akan menjadi pemimpin ketika tampuk tahta pemerintahan diwariskan kepadanya.

Prinsip umum Kepemimpinan

Memiliki kompas di kepala
Seorang pemimpin seharusnya tau ke arah mana ia akan mengarahkan orang yang sedang dipimpin. Pemimpin seharusnya tidak mengikuti kerumunan orang tetapi justru harus diikuti oleh kerumunan orang. Dalam hal ini pemimpin haruslah seorang yang memiliki visi (fokus tujuan) dan misi yang dijabarkan dalam program kerja. Tepatlah pepatah lama yang berkata: “untuk tidak sampai kemana-mana, ikutilah kerumunan orang”. Sayangnya ada banyak pemimpin yang justru hanya mengikuti kerumunan orang. Saat ini diperlukan pemimpin yang justru diikuti oleh kerumunan orang.

Memiliki magnet di hati
Untuk diakui sebagai pemimpin kadang-kadang ada orang yang bersifat arogan. Dengan harapan arogansinya itu akan melanggengkan kepemimpinannya. Contoh sederhana muncul dalam “Sitkom OB” yang dimainkan oleh pak Taka sebagai manager HRD. Tentu saja pola kepemimpinan seperti ini sama saja sedang menyulut “bom waktu”. Dunia sekarang sedang membutuhkan pemimpinan yang menjalankan kepemimpinannya dengan pengaruh. Artinya kepemimpinan yang didasarkan pada kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, dengan demikian ia sedang meletakkan magnet dalam dirinya sehingga kerumunan orang akan tertarik untuk ikut dengannya.

Memiliki pola pikir yang siap dibentuk
Dunia terus berubah dan yang bersifat kekal di dunia ini hanyalah perubahan. Demikian juga seharusnya dengan seorang pemimpin. Ia haruslah seorang yang siap untuk diproses sedemikian rupa. Tidak ada hasil yang baik apabila dikerjakan dengan instan. Dalam hal ini seorang pemimpin haruslah seorang seorang yang dengan rela membuka pola pikirnya untuk melewati proses pembentukan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemimpin pun adalah manusia yang memiliki keterbatasan ilmu, pemahaman dan bahkan pengalaman. Oleh sebab itu syarat penting dari seorang pemimpin adalah keterbukaan dan kesediaan untuk melewati proses.

Tuntutan Allah bagi Pemimpin (Teladan Ezra)
Rasul Paulus kepada jemaat di Roma meminta agar tiap-tiap orang harus takluk pada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah (Roma 13:1). Dengan tegas rasul Paulus meletakkan peran dan posisi pemerintah sebagai hamba Allah untuk kebaikan umat (ay. 4). Idealnya; pemerintah adalah pemimpin yang baik dan pemimpin juga merupakan pemerintah yang bijaksana. Nyata dengan jelas bahwa ternyata pemimpin itu bukan saja hanya merupakan orang yang memiliki kemampuan kepemimpinan tetapi sekaligus juga menjadi Allat yang efektif bagi Allah. Dengan perkataan lain, pemimpin seharusnya ada pada tahapan memuaskan hati Allah dengan pola kepemimpinan yang dijalankannya. Dalam hal ini ada tanggung jawab vertikal kepada Tuhan, Sang Pemberi kesempatan memimpin. Beberapa kriteria pemimpin yang dikehendaki Tuhan nyata dalam teladan Ezra ketika ia memimpin umat untuk memulihkan kehormatan Israel setelah masa pembuangan. Keteladanan Ezra dapat dilihat dari beberapa sikap hidupnya.

Berpola Hidup Benar (Ezra 7:6, 10)
Dua ayat (6 dan 10) mewakili keseluruhan gaya hidup Ezra. Ia adalah seorang yang ahli dalam kitab, mahir dalam Taurat Musa, rajin meneliti Taurat tersebut dan mengaktualisasikan secara praktis dalam hidupnya, serta mengimpartasikan itu kepada seluruh umat. Firman Tuhan begitu melekatnya dalam diri Ezra sehingga, setiap desahan nafasnya, untaian katanya, dan jejak kakinya membekaskan Firman Allah. Kita sedang kehilangan gambaran pemimpin seperti ini, sebab kadang-kadang kita memiliki pemimpin yang hanya berupaya menjaga citra dirinya saja.

Bergantung pada Tuhan (Ezra 8:21)
Banyak bagian dalam kitab Ezra yang dapat diajukan sebagai bukti kesungguhan Ezra dalam memohon pertolongan Tuhan untuk memimpin umat Israel yang sudah bermental budak. Pasal 8:21 memberikan penegasan kepada kita tentang kesungguhan Ezra untuk memohon pertolongan Tuhan sekaligus menjadi bukti bahwa tanpa tangan Tuhan sudah pasti Ezra tidak akan mengambil resiko untuk menjadi pemimpin umat. Ezra sedang ada dalam perjalanan bersejarah yang keberhasilannya menjadi tolak ukur pulihnya status kebangsaan orang Israel. Oleh karena itu, ia mengambil sikap untuk memaklumkan puasa dan merendahkan diri dihadapan Tuhan Allah sehingga Tuhan memberikan keamanan untuk mereka (ay. 21). Nilai pentingnya disini adalah kesuksesan memimpin ditentukan bukan oleh pertimbangan melainkan pada kepekaan dengan hati Tuhan

Berintegritas dalam segala hal (Ezra 8:24-30)
Kata kunci disini adalah kejujuran, dan Ezra memberikan teladan yang baik dalam hal ini. Dalam perjalanan pulang ke Yerusalem yang ditempuh selama 4 bulan, Ezra dan rombongannya membawa serta pemberian dari raja, para penasihat, para pembesar serta semua orang Israel yang tertinggal. Pemberian tersebut berupa emas seberat kurang lebih 3.410 Kg dan perak seberat kurang lebih 25.500 Kg, yang apabila dirupiahkan tentu saja menghasilkan nilai yang fantastis untuk dikorupsi atau paling tidak digelapkan. Tetapi semua pemberian tersebut tiba dengan selamat sampai di Yerusalem. Kepemimpinan berkaitan erat dengan “rasa percaya”. Apabila seseorang sudah tidak di percaya, maka janganlah berharap untuk dipilih menjadi pemimpin.

Tuntutan Umat bagi Pemimpin
Ungkapan lama yang berkaitan dengan memilih pemimpin adalah “jangan membeli kucing dalam karung”. Artinya adalah butuh pengenalan yang dalam untuk sampai dititik keputusan menentukan apakah seseorang layak menjadi pemimpin atau tidak. Ada banyak hal yang layak dipertimbangkan dalam memilih seorang pemimpin dan tentu saja umat ingin dipimpin oleh seorang yang benar-benar mampu untuk mengembangkan kepemimpinan. Beberapa kebutuhan mendesak dari umat terhadap seorang pemimpin adalah:
1. Karakter
2. Komitmen
3. Kompetensi
4. Kreatifitas
5. Komunikasi
6. Keberanian
7. Kerelaan

Kepemimpinan yang Sinergis:
1. Percaya diri tapi tidak merasa bahwa dirinya sudah cukup
2. Bersemangat tapi tidak mementingkan ide dirinya sendiri
3. Teguh dan Tegas tetapi tidak keras kepala
4. Bijaksana tapi tidak penakut/pemalu
5. Serius tapi tidak pemurung
6. Loyal tapi tidak terkurung dalam satu aliran saja
7. Tidak tergoyahkan tapi bukan tidak dapat bergerak
8. Perasa tapi tidak mudah tersinggung
9. Peka tapi tidak mudah berprasangka
10. Berhati-hati tapi tidak perfeksionis
11. Disiplin tapi tidak penuntut
12. Murah hati tapi tidak mudah tertipu
13. Lembut tapi tidak lemah
14. Memiliki rasa humor tapi bukan humor murahan
15. Ramah tapi tidak tanpa wibawa
16. Suci tapi tidak munafik
17. Pandai menilai tapi tidak pengkritik
18. Progresif tapi tidak sok
19. Komunikator tapi tidak “pencari muka”
20. motivator tapi tidak “egosentrisme”

Ungkapan lama berkata: “tidak ada gading yang tak retak” menunjukan bahwa manusia adalah makluk yang tidak sempurna, tetapi bukan berarti manusia yang menjadi pemimpin membiarkan dirinya untuk terus-menerus menjadi tidak sempurna dalam kepemimpinan. Jadilah seperti rasul Paulus yang terus menerus memacu dirinya sedemikian rupa dengan cara: … melupakan apa yang telah dibelakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang dihadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah … (Filipi 3:13-14). Jadilah pemimpin yang baik dalam banyak hal.

Tidak ada komentar: