Mahasiswa Setia Akan Temui PKB dan PDS

JAKARTA, SELASA - Ratusan mahasiswa dari Sekolah Tinggi Theologia Arastamar (Setia) berencana menemui anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) dan Fraksi Partai Damai Sejahtera (F-PDS). Mereka akan menyampaikan aspirasi mereka atas peristiwa kericuhan antara warga dan civitas Kampus SETIA di Kampung Pulo, Pinang Ranti, beberapa waktu lalu.

Ketua Tim Hukum Kampus Setia Robert B Keytimu menyatakan kecewa terhadap pemerintah dan pihak aparat keamanan karena terkesan membiarkan. "Dalam peristiwa ini ada semacam kesengajaan dari pemerintah dan pihak kemanan terkesan membiarkan padahal kasus ini harusnya segera diselesaikan. Tapi, malah dibiarkan berlarut-larut sehingga sampai saat ini belum ada suatu titik terang," ujar Robert sebelum bertemu dengan anggota fraksi di Jakarta, Selasa (29/7).

Hingga saat ini, lebih dari 15 mahasiswa dirawat di rumah sakit karena luka-luka. Robert mengatakan, peristiwa ini sudah mereka tindak lanjuti dengan melaporkannya ke Polda Metro Jaya. "Kita harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip demokrasi, HAM harus ditegakkan, hak konstitusi yang telah dilanggar mesti dipulihkan kembali," tandas Robert.

Saat ini puluhan kuasa hukum dan aktivis sedang menunggu ratusan mahasiswa yang akan menyusul datang ke Gedung DPR. Selain bertemu dengan kedua fraksi, Robert berharap dapat menemui Komisi III untuk menyalurkan aspirasi yang sama.

Tim Antarmuka ITB Dikirim India


Setelah memenangi Rural Innovation Award dalam Imagine Cup 2008, Tim Antarmuka yang terdiri dari 4 mahasiswa ITB akan dikirim ke Bangalore, India. Tepatnya di Microsoft Research Center. Demikian dikatakan Presiden Direktur Microsoft Indonesia Tony Chen saat menghadiri presentasi Butterfly sistem oleh Tim Antarmuka di Kantor Kementerian Negara Lingkungan Hidup.

"Tim ini akan mendapatkan kesempatan belajar lebih lanjut di Microsoft Research Center yang ada di Bangalore, India. Microsoft Research Center ini research center kelas dunia. Bisa tampil di situ pasti merupakan sebuah pencapaian tersendiri," kata Tony.

Dia menambahkan, keempat mahasiswa tersebut adalah Ella Mandella, Arief Widhiyasa, Dimas Yusuf Danurwenda, dan Erga Ghaniya yang diharapkan bisa belajar lebih banyak untuk mengembangkan diri dan kemampuan mereka.

Sementara itu, Ella dan Erga bersyukur atas kesempatan belajar yang mereka dapatkan. Kapan mereka akan berangkat? "Kami disuruh milih, bebas mau kapan berangkatnya. Jadi, kami sekarang lagi menyelesaikan kuliah dulu. Targetnya bulan Juli tahun 2009 kuliah selesai, Agustusnya kami berangkat ke India," kata Ella.

Rencananya, mereka akan berada di Bangalore selama 4 bulan. Selama di India, mereka dapat melakukan riset teknologi untuk membantu perkembangan masyarakat rural.

Kampus Arastamar

Ratusan mahasiswa penghuni asrama Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar (SETIA) milik Yayasan Bina Setia terpaksa dievakuasi ke kampusnya akibat penyerangan yang dilakukan oleh warga Kampung Pulo, Kecamatan Makassar, Jakarta Timur, Jumat (25/7). Akibat penyerangan ini, dua asrama mengalami kerusakan parah.

Penyerangan yang berlangsung sejak pukul 23.00 WIB hingga pukul 03.00 WIB tersebut berawal dari warga yang menuduh dua mahasiswa SETIA melakukan pencurian. Kemudian, oleh warga, kedua mahasiswa tersebut diinterogasi.

warga mengaku terganggu dengan aktivitas kampus. kenapa hal ini bisa terjadi.
kemunkinan penyebab sesungguhnya:

1. sikap mahasiswa yang melanggar aturan2 warga.
2. warga tidak suka dengan sikap2 mahasiswa.
3. kampus kurang bersatu dengan warga sekitar.
4. perbedaan keyakinan membuat warga risi mendengar atau melihat ajaran di kampus.

tp menurut saya kemungkinan besar kesalah dari kampus yang kurang bersosial dengan masyarakat. karena sosial yang baik bisa meredam masalah2 yang ada di dalam masyarakat.
emang susah kasih tau penggemar kitabsuci tu...
ga cuma Alkitab, penggemar Alquran jg bnyak.
Terbukti Amrozi lebih parah...
pa lagi Baasir...
kapan sih dunia ini sa menghargai orang lain!
ga cuma di lihat dari keyakinan dunk....
lebih ke menghargai bahwa semua ciptaan Tuhan bro...

Mustahil menjadi Nyata

Dasar orang stress! Justru celaan seperti itulah yang diterima oleh pasangan paman dan keponakan, Sunarya dan Slamet Hadi dari Dusun Sungai Tengah Jember Jawa Timur, saat pertama kali melaksanakan misinya pada tahun 1994. Semangat mulia mereka untuk mencari solusi penerangan bagi desanya yang selama bertahun-tahun tak terjangkau listrik negara, harus menghadapi sikap pesimistis dari sebagian besar tetangganya. Bagi sebagian besar warga dusun Sungai Tengah, upaya membuat listrik dengan cara memahat tebing bukit berbatu keras demi mengalirkan air ke dusun dan menciptakan listrik dari air, benar-benar tak pernah sampai di pemikiran mereka. Sebuah kerja berat yang oleh dua orang ini, dilakukan awalnya secara "trial and error" saja karena mereka tak berbekal pengetahuan teknik yang memadai soal "teknologi pembangkit listrik".

Namun berkat kegigihan dan kerja keras tak kenal lelah Sunarya dan Slamet Hadi, justru warga yang pertama kali mencibir merekalah yang pertama kali juga meminta aliran listrik ke rumahnya. Listrik berdaya 5000 watt dari kincir air, berhasil diciptakan duet "pakdhe" dan "ponakan" ini untuk menerangi sekitar 150 rumah di dusun Sungai Tengah. Bahkan kegigihan pasangan ini, akhirnya memotivasi sekitar 50 warga lainnya untuk mengikuti jejak mereka membuat generator pembangkit listrik mini di rumahnya masing-masing.

Sementara bagi warga Bagendit Garut Jawa Barat, iuran sesendok beras dan uang seratus rupiah per hari mampu diubah menjadi bangunan madrasah atau sekolah, masjid, jalan beraspal hingga fasilitas umum dan sosial desa. Warga desa Bagendit mampu mengubah wajah desanya menjadi lebih indah dan sejahtera secara swadaya, tanpa campur tangan bantuan dari pemerintah.

Semuanya berawal dari tradisi turun temurun iuran sesendok beras per hari yang tetap dipatuhi setiap warga, untuk dikumpulkan sebagai dana swadaya masyarakat. Tekad untuk meneruskan tradisi ini, dilaksanakan oleh kepala desa Bagendit yang juga mewarisi jabatan itu dari ayahnya, Yayan Sofyan. Didukung oleh sejumlah tokoh pemuda desa, muncul inovasi untuk menambahi iuran sesendok beras dengan iuran uang seratus rupiah per hari. Dengan pengelolaan yang baik, dana tersebut mampu dikembangkan selain sebagai dana pembangunan desa, juga sebagai dana simpan pinjam, dana asuransi kesehatan hingga dana beasiswa sekolah ke tingkat SMA.

Sedangkan bagi Abu Wenna, petambak dari desa Lauwa, Wajo, Sulawesi Selatan, abrasi pantai di daerahnya yang mencapai 17 meter per tahun benar-benar menjadi kepedulian utamanya. Tanpa memperdulikan celaan tetangganya yang menganggapnya sebagai orang gila, Abu Wenna sendirian menyusuri pantai teluk Bone dan mulai menanami pesisir pantai dengan beragam tanaman Mangrove pada tahun 1994. "Semua orang berpendapat bahwa menanam Mangrove sia-sia untuk mencegah abrasi, menurut mereka harusnya dengan pembangunan beton untuk memagari pantai. Tapi bagi saya, tanaman Mangrove-lah yang paling tepat untuk menjaga pantai dari pengikisan" terang Abu Wenna.

Alhasil, sikap cuek Abu Wenna untuk terus melaksanakan misinya berujung dengan sejumlah keberhasilan. Abrasi pantai di kawasan Teluk Bone telah berkurang drastis sepanjang 17 kilometer, berkat rerimbunan tanaman Mangrove yang ditanam Abu Wenna. Tak hanya itu, kerja kerasnya menyelamatkan pantai dari pengikisan diakui oleh pemerintah pusat. Pada 5 Juni 2008 lalu, Abu Wenna diundang presiden SBY ke Istana Negara untuk menerima penghargaan Kalpataru sebagai salah satu tokoh perintis lingkungan hidup.

Penghargaan serupa juga dianugerahkan pada Sriyatun Djupri, ibu rumah tangga dari kelurahan Jambangan Surabaya yang mempunyai kepedulian tinggi pada kebersihan lingkungan. Saat pertama pindah dari Trenggalek, Sriyatun langsung berhadapan dengan perilaku buruk membuang sampah dan hajat sembarangan ke Kali Surabaya yang sudah membudaya dari warga sekitarnya. Padahal, air dari Kali Surabaya-lah yang digunakan oleh PDAM Surabaya sebagai sumber bahan baku air bersih untuk warga Surabaya.

Sejak tahun 1973, Sriyatun mulai bergerilya memberikan penyuluhan tentang hidup sehat dan bersih ke warga sekitar. Butuh waktu hingga tahun 1986, hingga akhirnya Sriyatun berhasil memotivasi sekitar 1000 warga yang tersebar di 14 kecamatan sekitar Jambangan, untuk menghapus tabiat buruk mereka. Selanjutnya, tak hanya bisa menanamkan budaya hidup sehat dan bersih, Sriyatun berhasil menaikkan taraf perekonomian kadernya dari sampah. Lewat berbagai inovasi pengelolaan dan pengolahan sampah, Sriyatun mengubah limbah menjadi barang bernilai ekonomi tinggi. Pupuk kompos, beragam barang kerajinan dari sampah plastik bernilai ekspor, pakan ikan hingga bahan baku jamu menjadi penambah penghasilan kader lingkungan Sriyatun dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah per bulan. "Bagi saya, asal mau mengolah sampah dengan baik, selain akan menjadikan berkah juga akan menghasilkan rupiah" tutup Sriyatun dengan mantap.

Program Buku Gratis Lewat Internet Belum Tersosialisasi

Liputan6.com, Jakarta: Sebagian warga beberapa waktu silam mengeluh kesulitan memperoleh buku pelajaran di toko buku. Tapi, masalah tersebut kini bisa diatasi setelah di Kelapa Gading Trade Center, Jakarta Utara, dibuka pusat buku nasional. Diharapkan pusat buku nasional ini bisa menjadi jawaban karena hampir semua penerbit menjual terbitannya di gerai tersebut.

Kebijakan larangan sekolah menjual buku oleh Departemen Pendidikan Nasional membuat penerbit dihadapi situasi serba salah.

Namun, mulai tahun ajaran baru ini Depdiknas menawarkan buku gratis yang dapat diakses lewat situs www.bse.depdiknas.go.id. Tapi, hingga pelajaran berlangsung program tersebut belum berjalan lancar.

Seperti yang terjadi di Sekolah Menengah Atas 80, Jakarta. Belum ada satu jenis buku yang digunakan siswa dan guru sebagai pegangan. Akibatnya siswa hanya mengandalkan modul dari guru.(IAN/Novarini dan Agus Priyatno)

Ternyata ga cuma orang Indo yang bertangan2 jail

Pemerintah Belum Proaktif Dukung Pendidikan

Yogyakarta, Kompas - Sistem politik dan kebijakan pemerintahan di DI Yogyakarta dinilai belum proaktif mendukung eksistensi dan perkembangan kota pendidikan dan budaya ini. Kebijakan pengembangan potensi wilayah yang terlihat mencolok justru berorientasi kepada kepentingan elite tertentu.

Ini terungkap dalam Seminar 250 Tahun Yogyakarta di kampus Universitas Sanata Dharma (USD) Mrican, Selasa (15/8). Seminar yang diprakarsai Pusat Studi Sejarah Indonesia dan Pusat Sejarah dan Etika Politik (Pusdep) USD menampilkan sejumlah pembicara, yakni antropolog Universitas Gadjah Mada PM Laksono, sejarawan USD H Purwanta, pengamat perkotaan Bakti Setiawan, sineas Garin Nugroho, dan staf pengajar USD YB Adimassana.

Adimassana menyatakan, politik pemerintah DIY tidak secara proaktif ikut menyemarakkan pengembangan Kota Yogyakarta sebagai kota pendidikan dan budaya. Ini misalnya dalam penyediaan lahan untuk sekolah yang baik, sarana-prasarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perpustakaan umum, science dan research center, termasuk pada pengaturan indekos serta lalu lintas.

"Yang terlihat mencolok justru pengembangan mal, kafe, atau perumahan elite sehingga kenyataan yang terjadi justru kontraproduktif terhadap pengembangan pendidikan," katanya.

Adimassana menyatakan, seharusnya pemerintah belajar dari sejumlah tokoh besar di bidang pendidikan negara ini yang secara nyata menyebarkan semangat kebebasan, kebangsaan, kerakyatan, kemanusiaan, dan pencerdasan bangsa, pun ketika berhadapan dengan politik kekuasaan pada zamannya. Perubahan kekuasaan

PM Laksono menyoroti masalah efek perubahan kekuasaan di Yogyakarta. Ia mengungkapkan, masyarakat Jawa sudah terbagi struktur- struktur tertentu, yang salah satunya ditunjukkan dalam penggunaan bahasa, misalnya bahasa Jawa yang terbagi dalam ngoko dan krama. Bahasa Jawa yang terbagi dalam ngoko dan krama menentukan status seseorang.

"Karena penetrasi sistem ekonomi yang kapitalistik dan eksploitatif, keberadaan masyarakat tradisional atau etnik ini menjadi terpengaruh. Namun, tersingkirnya masyarakat etnik jangan semata-mata dilihat sebagai hilangnya keaslian, tapi lebih kepada hilangnya pribadi dan rasa percaya diri. Reposisi budaya etnik memerlukan suatu gerakan sosial untuk meraih rekognisi dari bangsa. Di sini keagungan budaya etnik tidak perlu diagung-agungkan, tapi efikasi pembangunan juga tidak perlu dilebih-lebihkan," ujarnya. (ONI/BEN)

Hidup di Negara Orang

Susah hidup di negara orang masih memaiki pola pikir Indonesia. Sungguh sangat jauh berbeda.
mulai dari pola berbelanja hingga pola berbicara di depan umum. Semuanya punya aturan masing2. oleh karena itu cobalah belajar berhubungan dengan orang dari negara lain. sebenarnya bahasa no 2 yng penting bagaimana kita bisa menghormati mereka. mereka ga akan tersinggung bila kita ada kesalahan dalam berucap bahasa. tp kalau salah bertindak sehingga berpengaruh terhadap mereka kemungkinan mereka marah sangat besar. yah hidup semuanya punya aturan sendiri.